Total Tayangan Halaman

Minggu, 16 Oktober 2016

Najib, Emha Ainun, BH. Part 1

Seringkali orang merasa bisa memahami sesuatu, padahal sesungguhnya ia hanya memahami pemahamannya sendiri belaka.
Orang melihat dan merasa telah berhasil melihat padahal yang dicapainya hanyalah batas penglihatannya saja.
Tidak ada kenyataan tanpa rahasia. Kenyataan yang senyata-nyatanya pun sebenarnya tetap suatu rahasia, sebab setiap orang adalah orang lain bagi lainnya.
Susahnya kita mesti karib dan baik satu sama lain, dan lagi sering merasa menjadi satu.
Padahal, kesatuan itu tak pernah ada, kecuali satu dengan S yang besar, yang ternyata juga merupakan puncak dari segala rahasia.
(Hal. 56-57)

Kalau kaki saya terperosok ke kubanvan kerbau, kalau bisa saya akan cuci di sungai, tapi kalu tak bisa kepala saya saja sekalian saya celupkan ke dalam kubangan itu.
Jangan tanggung-tanggung.
Jadi, bunga harum semerbak atau jadi taik sekalian.
Biar tahu rasa.
Biar mampus dari saya.
(Hal. 61)

Lebih dari sekadar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekadar kekosongan.
Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih dari yang selayaknya mampu diberikan oleh seorang makhluk kepada Tuhannya.
Berilah aku setidaknya sebuah pengertian kecil, kenapa tak satu kalimat pun, bahkan tak satu kata pun tidak, bahkan tak satu huruf pun, yang boleh kudambakan dari mulut-Mu yang maha luas dan agung!
(Hal. 81)

Kehormatan, masa silam dan impian masa datang adalah romantik.
Apabila seseorang sampai memuja dan menghiba-hiba terhadapnya, maka cengenglah ia.
(Hal.82)

Aku lebih dari sekadar pasrah, Tuhan. Aku telah memberi-Mu kebebasan dengan permintaan kecil yang tak menguntungkanku sendiri.
Adakah sikap yang tinggi dari kepasrahan mutlak terhadap-Mu yang harus dimiliki oleh seorang manusia?
Apakah seseorang harus disiksa terlebih dulu bahkan ketika di dalam sukmanya ada kerinduan untuk memeluk pergelangan kaki-Mu?
(Hal. 83)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar